Seorang pelukis bertemu dengan seorang temannya. Teman ini sedang sedih, dan bila berjalan kepalanya tertunduk, suatu gambaran keputus-asaan, kekecewaan dan rasa tertekan.
Sang pelukis ini tergerak hatinya oleh keadaan temannya itu dan dia ingin membantunya. Dia mengamati temannya yang sedang putus asa itu dengan seksama, agar bisa mengenalnya secara lebih tepat. Lalu dia mulai menggambar potret temannya itu. Ketika gambar itu selesai, pelukis itu memanggil temannya dan berkomentar tentang gambar itu, yang masih tersembunyi dalam kertas pembungkusnya, “Lukisan ini adalah karya terbesar saya. Saya tidak pernah melihat sesuatu yang lebih baik.”
Kemudian dia membuka kertas penutupnya, dan rekannya melihat bahwa itu adalah gambar tentang dirinya sendiri…. tetapi segala sesuatunya berbeda; kepala dan wajah di sana memang sama, tetapi kepalanya tergambar tegak, dengan dada tegap, kedua mata bersinar penuh harapan, dan mulutnya menggambarkan keyakinan dan tersenyum.
“Kamu pikir saya seperti itu? Kamu melihat semua itu ada dalam diri saya?” dia bertanya kepada pelukis temannya itu.
“Ya, benar…,” jawab sang pelukis.
Kata pria yang sedih itu, “Kalau begitu, dalam nama Tuhan, saya akan mencoba menjadi orang sedemikian itu.”
***
Setelah kematian Yesus di salib, hal ini berdampak sangat besar bagi para murid, selain rasa takut, mereka juga bingung dan putus asa. Kebingungan dan rasa putus asa disebabkan oleh kematian Yesus yang tidak mereka duga, dan itu diluar harapan mereka sebagai manusia. Cita-cita yang kandas.
Kematian Yesus tentu membuat mereka kehilangan pegangan hidup, sekaligus arah hidup atau harapan masa depan. Putus asa dengan kondisi ini, mereka akhirnya memutuskan untuk kembali pada pekerjaan semula ketika mereka belum tinggal bersama dan menjadi murid-murid Yesus.
Akan tetapi sekeras usaha mereka kembali pada pekerjaan semula, sebagaimana layaknya orang yang galau, orang yang bingung dan putus asa. Para murid juga tidak konsentrasi pada pekerjaannya, hasil pekerjaan tidak memuaskan, karena perasaan mereka masih kacau.
Namun Yesus tentu saja tidak akan membiarkan mereka dalam kegalauan hidup yang berkepanjangan yang bisa menghancurkan harapan mereka. Ia terus hadir dan menunjukkan pendampinganNya dalam semua pengalaman keseharian mereka. Setelah para murid kembali bekerja sebagai nelayan, menangkap ikan di Danau Tiberias, Yesus hadir di sana. Ia hadir memberi kekuatan lewat mujizat penangkapan ikan dan lewat sapaan pribadi menyiapkan sarapan pagi untuk mereka. Dengan pengalaman ini tekad para murid untuk menjadi saksi kebangkitan Tuhan tetap terpelihara dan bahkan semakin kuat dan berani.
Itu sebabnya Petrus dan Yohanes berani tampil di depan imam-imam kepala untuk menjadi saksi bahwa karena dan dengan kuasa Yesus yang bangkit mereka bisa menyembuhkan orang lumpuh. Petrus yakin sungguh bahwa Yesus selalu hadir dan mendampingi mereka. Itu sebabnya dia tidak takut menghadapi ancaman imam-imam kepala.
Semoga kita pun yakin dan mengalami bahwa Yesus selalu hadir dalam hidup kita dan mendampingi kita. Ya benar, Yesus selalu hadir dan mendampingi kita dalam segala situasi hidup kita. Dan sebagai orang Kristen, sudah sepatutnya kita juga memberikan semangat dan mendukung teman, kerabat dan siapa saja yang sedang mengalami kebingungan dan keputus-asaan dalam hidupnya, supaya bisa bangkit dan mampu berjuang untuk menjalani kehidupan lebih baik.
Renungan Harian Lainnya dapat dibaca di Sejenak Eling