Iman seorang wanita buta
Beberapa tahun silam saya kebetulan menyeberangi sebuah desa dan memasuki sebuah gubuk yang sangat reot. Seorang wanita tua yang buta duduk di lantai gubuk yang bobrok itu. Dia juga menderita cacat dan hidup dalam kepapaan.
Karena saya menemukan dia dalam keadaan sangat mengenaskan seperti itu tanpa seseorang pun menemaninya, saya berkata kepadanya, “Ibu, engkau pasti merasa sangat kesepian.”
“Oh, sama sekali tidak,” jawabnya dengan suara bening yang jelas. “Tetangga-tetangga sekitar sini mencintai saya dan melakukan semua hal yang saya butuhkan.”
“Tetapi bu, pada malam hari, bagaimana anda bisa hidup sendiri di tengah badai yang mengamuk dan di bawah cucuran air hujan yang masuk lewat atap gubuk yang bocor di sana-sini?” tanya saya penuh keheranan.
Sekali lagi dia berkata : “Saya tidak merasa kesepian. Saya merasa bahagia entah pada hari cerah maupun pada saat hujan. Tetangga-tetangga yang baik tadi memberikan apa yang saya inginkan : dan apa yang saya butuhkan tidak terlalu banyak.”
Ada sesuatu yang terkandung di dalam kata-katanya yang membuat saya merasa bahwa wanita yang miskin lagi buta ini memiliki rahasia kebahagiaan yang tersembunyi. Saya kemudian duduk bersimpuh di dekat kakinya, saya menatap wajahnya yang berseri-seri. Saya harus mencecarnya dengan berbagai pertanyaan dengan harapan bahwa dia akan membuka rahasianya untuk saya. Pada akhirnya dia berkata : “Saya tidak merasa kesepian karena Sang Sumber Kasih selalu menyertaiku. Di tengah malam buta, pada saat semua orang tertidur, saya memanggil Dia, dan Dia datang kepadaku. Dengan suara langkah kaki yang tak terdengar Dia datang, Dia datang, Dia selalu datang. Saya berbicara kepada-Nya, Dia berbicara kepadaku. Dengan demikian Dia, saya tidak lagi membutuhkan apa pun. Dia adalah segala-galanya bagiku : Dia adalah segalanya dalam segala sesuatu. Sesungguhnya, Dia adalah Sang Maha Tunggal dalam segala sesuatu.”
Pada saat saya mendengarkan kata-kata bijaknya, saya membungkuk untuk membersihkan butiran-butiran debu yang menempel di kedua kakinya. Kedua mata saya terasa hangat oleh air mata. Suara saya terasa tercekat oleh emosi saya sendiri. Saya tahu bahwa ada seseorang kepada siapa Allah merupakan kenyataan hidup.
“Apa pun yang saya perlukan untuk kebaikan saya,” lanjutnya. “Allah selalu mengirimkannya untukku, dan apa pun yang datang kepadaku, berasal dari Allah untuk kebaikan saya.”
“Tidak akan pernah ada kebahagiaan sejati tanpa Allah.” tambahnya. “Di dalam kehendak-Nya, kita dapatkan kedamaian, dan semakin kita memasrahkan diri kepada kehendak-Nya, jiwa kita semakin dipenuhi oleh sukacita!”
Wanita miskin dan buta tersebut adalah seorang pecinta Allah yang sejati. Dia tinggal dan bergerak di dalam kehadiran Allah, Kekasihnya. “Dia tidak pernah meninggalkan saya,” katanya. “Dia tidak pernah mengabaikan saya. Saya percaya kepada-Nya seperti seorang anak kecil percaya kepada ibunya.”
Demikianlah dia terbebas dari sakit dan kecemasan akan hidup, terbebas dari rasa takut, nafsu, dan kemarahan, terbebas dari semua perasaan ke-aku-an. Dia telah menemukan rumahnya di dalam Sang Sumber Kasih.
“Kumpulan Kisah Bijak.” J.P.Vaswani