Seorang wanita muda bersikeras membela diri terhadap kehadirannya di tempat-tempat hiburan yang kurang sehat. Ia berkata, “Saya pikir seorang Kristen bisa pergi ke mana saja.”
“Tentu,” kata temannya, “tetapi hal ini mengingatkan saya pada suatu peristiwa, ketika saya dan teman saya pergi untuk melihat-lihat tambang batu bara. Seorang gadis mengenakan pakaian berwarna putih. Ketika ada yang berkomentar tentang warna pakaian tersebut, dia berkata kepada seorang petugas tambang yang mendampingi kami, “bisakah saya mengenakan pakaian putih ini ke dalam tambang?”
Jawab lelaki tua itu, “Ya, tentu saja, tidak ada yang melarang kamu memakai pakaian putih di bawah sana, tapi ada ruginya jika kamu tetap memakai pakaian tersebut.”
***
Seperti sebuah lirik lagu : “Kenapa semua yang asik-asik, itu diharamkan? Kenapa semua yang enak-enak, itu diharamkan?” Dosa itu menyenangkan. Dosa itu menarik dan membawa kenikmatan. Entah kita mengakuinya atau tidak, kenikmatan itulah yang membuat kita tergoda berbuat dosa.
Seorang penulis, Christopher Notes menulis sebuah kisah perumpamaan, “Seorang pengemudi yang putus asa memarkirkan mobilnya di depan rambu “Dilarang Parkir” dan meletakkan pesan berikut ini kepada petugas di depan kaca mobilnya; “Saya sudah mengelilingi blok ini sebanyak 20 kali. Saya sedang punya janji dengan seseorang. Ampunilah kesalahan kami.”
Kemudian setelah kembali ke mobilnya, ia menemukan jawaban ini : “Saya sudah mengelilingi blok ini selama 20 tahun. Jika saya tidak menilang Anda, maka saya akan kehilangan pekerjaan. Jadi “janganlah masukkan kami ke dalam percobaan.”
Dosa itu diawali oleh suatu cobaan berupa rasa “dipikat” yang bisa diasosiasikan dengan hasrat seksual. Pada saat cobaan datang, hasrat untuk melakukan dosa terasa sangat kuat menggoda. Rayuannya susah untuk ditolak. Tidak apa-apa, pikirnya. Hanya sekali. Apa ruginya sih?
Pada saat semua telah terjadi, maka kita akan menemukan kesimpulan bahwa dosa tidak pernah memberikan kesenangan yang dijanjikannya. Dosa itu seperti sebuah cek dengan jumlah besar yang tidak pernah bisa diuangkan. Pada akhirnya, dosa hanya menipu dan membuat kita rugi luar biasa.
Apakah Tuhan membiarkan kita berada dalam situasi yang tergoda sehingga kita kemudian berbuat dosa? Pemikiran yang demikian sayangnya menunjukkan bahwa kita belum sungguh-sungguh memahami hati dan karakter Tuhan.
Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata, ‘Pencobaan ini datang dari Allah!’ Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun. Tuhan selalu baik dan selalu baik. Tidak seperti kita, Tuhan tidak dapat dikendalikan oleh yang jahat. Dia juga tidak menginginkan kita dikendalikan oleh yang jahat, karena Dia tahu kerusakan yang akan kita derita saat kita menyerah pada pencobaan.
Menyerah pada keinginan-keinginan kita yang jahat, itu sama seperti membiarkan diri “diseret” ke atas ranjang dari orang jahat yang menggoda kita. Dari hubungan terlarang itu, keinginan kita lantas melahirkan dosa, yang seiring berjalannya waktu membuat kita mati secara rohani. Gambaran yang sangat hidup ini seharusnya menolong kita mengerti betapa kuatnya daya tarik dosa dan betapa buruknya dampak yang bisa ditimbulkan dosa. Meskipun penampilan dan rasanya menyenangkan, dosa sebenarnya menghancurkan dan mematikan.
Tuhan tidak menginginkan kita menderita karena dosa; Dia mau kita menikmati kebaikan-Nya yang menghidupkan, dan kebaikan-Nya itu bisa kita nikmati saat kita taat kepada-Nya, kepada firman-Nya.
Renungan Harian Lainnya dapat dibaca di Sejenak Eling