Meninggalkan sebuah Kemapanan

  • infokatolik
  • Sep 14, 2024

Meninggalkan sebuah kemapanan

Seorang anak laki-laki kelas tiga sekolah dasar baru saja memenangkan medali sebagai pembaca terbaik di kelas. Terbuai oleh kesombongan, dia menyombongkan diri di hadapan pembantu di rumah.

“Coba lihat, jika kamu dapat membaca sebaik saya, Nora.”

Wanita yang baik itu mengambil buku, memandangnya, dan akhirnya berkata dengan terbata-bata.

“Billy, saya tidak bisa membaca.”

Sombong seperti burung merak, angkuh seperti raja hutan, anak kecil itu lari ke ruang keluarga dan berteriak kepada ayahnya.

“Pak, Nora tidak bisa membaca, sedangkan saya, meski baru berumur delapan tahun, sudah mendapat medali untuk kehebatan membaca. Saya ingin tahu bagaimana perasaannya, memandang buku tapi tidak bisa membaca.”

Tanpa berkata sepatah kata pun, ayahnya berjalan menuju rak buku, mengambil salah satu buku dan kemudian memberikannya kepada anaknya itu, sambil berkata, “Dia merasa seperti ini!”

Buku itu ditulis dalam bahasa Spanyol dan Billy tidak bisa membaca satu baris pun. Anak laki-laki itu tidak pernah melupakan pelajaran itu sekejap pun. Bila perasaan sombong datang, dia dengan tenang mengingatkan dirinya, “Ingat, kamu tidak bisa membaca dalam bahasa Spanyol.”

***

Cerita dalam bacaan Injil pada hari ini, yang diambil dari Injil Lukas Bab 5, mengisahkan tentang seorang yang bernama Lewi, seorang pemungut cukai yang meninggalkan rumah cukai, untuk mengikuti Yesus. Merupakan gambaran yang sangat jelas, arti sebuah pertobatan. Menjadi orang yang duduk di rumah cukai adalah menjadi orang yang diperhitungkan, minimal dipercaya oleh Kekaisaran Roma, oleh negara, oleh para pejabat setempat, dan diperhatikan oleh banyak orang. Karena dipanggil Yesus maka Lewi meninggalkan semuanya itu.

Meninggalkan sebuah kemapanan apalagi kenyamanan yang sudah berlangsung bertahun-tahun dalam hal duniawi demi memperjuangkan nilai yang benar itu adalah sebuah pertobatan. Yesaya menegaskan bahwa pertobatan adalah pengalaman bersama Allah yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sangat berbeda dengan orang-orang Farisi yang mengeluh dan merasa terganggu karena adanya orang-orang berdosa makan bersama dengan Yesus. Mereka gelisah karena ada orang yang tidak baik berkeinginan menjadi baik. Gelisah karena ada sebuah perubahan dari yang jahat ke yang baik. Dalam kehidupan zaman sekarang, kita pun kerap kelompok Farisi yang berpenampilannya saleh, tetapi tidak senang ada orang berdosa kembali kepada Allah. Malah kadang-kadang mereka menuding-nuding orang bersalah dan bukan merangkul untuk bertobat. Merasa dirinya paling benar dan kerap mengadili orang lain. Padahal yang dibutuhkan Allah adalah seperti Lewi meninggalkan kelemahannya, menuju kepada Allah.

Renungan harian lainnya dapat dibaca di Sejenak Eling

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *