Pembawa Damai

  • infokatolik
  • Aug 17, 2024
Renungan Harian Katolik Rabu, 18 November 2020

Antara Argentina dan Chile tidak pernah terjadi perang. Tapi pada tahun 1899 terjadi persengketaan perbatasan yang bisa memuncak ke perang terbuka. Pada Paskah tahun 1900, kedua angkatan perang sudah mengambil posisi untuk saling menyerang dan perang sudah hampir tak terhindarkan.

Selama Trihari Suci, Monsinyur Bonaventura, Uskup Buenos Aires, menyerukan perdamaian dalam kotbah-khotbahnya. Berita tentang khotbah perdamaian itu diteruskan ke seorang Uskup di Chile. Perlahan-lahan khotbah perdamaian itu menjalar dan kedua pemerintahan dipaksa oleh rakyatnya untuk menyerahkan sengketa itu pada Raja Edward VII dari Inggris sebagai penengah.

Akhirnya kedua pemerintahan menandatangani persetujuan dan sejak itu, semua senapan di sepanjang perbatasan tidak berguna lagi, semuanya kemudian dibawa ke Buenos Aires, dicairkan, dicetak menjadi patung Yesus, yang sekarang dikenal sebagai “Kristus dari Andes” dengan tangan kanan memberi berkat dan tangan kiri memegang salib.

Akhirnya diputuskan bahwa patung besar itu akan dibawa naik ke pegunungan setinggi 13.000 kaki di perbatasan. Patung tersebut diangkut oleh kereta api sampai stasiun terakhir. Kemudian diangkut oleh kereta-kereta yang ditarik oleh bagal. Dan pada bagian pendakian yang curam, patung itu ditarik dengan tali oleh para serdadu dan pelaut. Pada tanggal 13 Maret 1904, patung itu ditegakkan dan berdiri sampai sekarang.

Di salah satu dasar di patung itu tertulis : “Pegunungan ini sendiri akan runtuh dan menjadi abu sebelum rakyat Chile dan Argentina melupakan perjanjian suci yang mereka ucapkan dalam sumpah di kaki Kristus.” Di sisi lain tertulis teks dari Efesus 2:14, “Karena Dialah, damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak.”

Setelah itu masih ada cerita pendek tentang gerutuan dari pihak Chile karena patung itu menghadap ke Argentina dan membelakangi Chile. Beberapa orang Chile yang suka damai berkata, “Itu tidak apa-apa. Kristus perlu mengawasi pihak Argentina.”

***

Semua orang pasti ingin menjalani dan memperoleh kedamaian di dalam hidupnya, walau tidak semua orang mau menjadi pembawa damai, dengan berbagai alasan. Damai itu berarti shalom (damai sejahtera), yang berarti tenang, tidak ribut, tidak ada kejahatan, tidak ada kepura-puraan.

Damai itu selalu dirasakan menyenangkan hati karena segala sesuatu yang dilakukan bertujuan untuk kebaikan bersama. Jadi damai itu bisa juga diartikan efek dari hasil kebaikan.

Menjadi kebiasaan umum apabila kita bertemu dengan seseorang apalagi untuk pertama kalinya, maka biasanya kita akan berjabat tangan (salaman), itu artinya kita ingin mengatakan semoga ada damai dan sukacita pada saat bertemu. Jika kita sudah bersalaman, maka kita berharap untuk merasakan damai pada pertemuan itu, berarti tidak boleh ada percakapan bohong, kebencian, gosip. Percakapan (pertemuan) melulu hanya untuk menyenangkan hati tanpa ada unsur ketidakbaikan atau niat jahat.

Jika dikatakan membawa damai berarti kita selalu berniat hanya untuk berbuat kebaikan bagi sesama. Membawa damai berarti juga rela berkorban menahan diri walau harus menderita, yang penting tidak tercipta keributan.

Orang yang mau membawa damai juga adalah orang yang selalu pro aktif untuk melakukan hal yang baik serta selalu menyelesaikan setiap masalah atau persoalan yang ada. Membawa damai juga berarti tidak berkecil hati pada saat orang lain tidak menghargai apa yang dilakukan walau yang dilakukan penuh dengan perjuangan keras.

Jadilah selalu pembawa damai.

Renungan Harian lainnya dapat dibaca di Sejenak Eling

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *