Para Kudus – 29 Desember
Thomas a Becket, Thomas of Canterbury
Thomas Becket lahir di Cheapside London pada tanggal 21 Desember 1118. Ayahnya adalah seorang tuan tanah kecil atau bangsawan kelas rendah di Inggris. Ketika usianya sekitar duapuluh empat tahun, Thomas mendapatkan pekerjaan di Keuskupan Agung Canterbury. Disini ia mulai tertarik untuk menjadi seorang imam. Thomas seorang pemuda yang tampan, amat cerdas dan pandai bergaul. Sebentar saja, ia telah menjadi kesayangan Raja Henry II sendiri. Orang mengatakan bahwa raja dan Thomas memiliki hanya satu hati dan satu pikiran – seperti layaknya sepasang sahabat karib.
Raja Henry II bahkan mengirim putranya yang juga bernama Henry untuk hidup bersama Thomas. Adalah lumrah pada masa itu apabila anak bangsawan dibina dengan cara tinggal dalam rumah bangsawan lainnya. Pangeran Henry dilaporkan pernah mengatakan bahwa dalam sehari; Thomas Becket menunjukkan cinta kasih yang tulus dan figur kebapakkan yang dibutuhkannya dan lebih dari yang bisa diberikan oleh ayahnya dalam sepanjang hidupnya. Keterikatan emosional Henry muda dengan Santo Thomas Becket sebagai ayah angkat mungkin merupakan salah satu alasan yang membuat Henry muda dikemudian hari berbalik menentang ayahnya.
Ketika Thomas berusia tigapuluh enam tahun, Raja Henry menjadikannya ketua parlemen. Sebagai ketua parlemen Inggris, Thomas menempati rumah yang besar dan kemewahan. Namun demikian, ia sungguh murah hati kepada orang-orang miskin. Awalnya Ia adalah seorang yang cepat marah, dan ia mengatasinya dengan melakukan banyak matiraga dan melewatkan berjam-jam lamanya dalam doa, seringkali hingga larut malam.
Ketika Uskup Agung Canterbury wafat, raja meminta paus untuk memberikan jabatan tersebut kepada Thomas. Itu berarti bahwa Thomas harus ditahbiskan terlebih dahulu menjadi seorang imam. Tetapi, Thomas mengatakan secara terus terang kepada raja bahwa ia tidak ingin menjadi Uskup Agung Canterbury. Ia sadar sepenuhnya bahwa jabatan itu akan menempatkannya dalam konflik langsung dengan Raja Henry. Thomas tahu bahwa kalau ia menjadi seorang Uskup maka haruslah ia membela Gereja; dan itu berarti bahwa ia akan berhadap-hadapan secara langsung dengan Raja Henry.
“Bila saya seorang uskup maka kasih baginda kepadaku akan berubah menjadi kebencian,” demikian ia memperingatkan Henry. Raja tidak peduli, dan Thomas ditahbiskan menjadi iman dan kemudian menjadi uskup pada tahun 1162. Pada mulanya, segala sesuatu berjalan lancar seperti sedia kala.
Suatu hari raja menuntut sejumlah uang yang cukup besar dari kas gereja. Uskup Thomas dengan tegas menolak tuntutan ini karena merasa tidak patut bila keuangan dan kebebasan gereja dirampas oleh negara. Penolakan tegas ini membuat Raja geram terhadap sahabatnya itu. Ia mulai memperlakukan Thomas dengan buruk. Sesaat, Thomas tergoda untuk sedikit mengalah. Tetapi kemudian ia menyadari akan kuatnya keinginan Raja Henry untuk mengendalikan Gereja. Thomas sungguh menyesal bahwa ia bahkan pernah berpikiran untuk mengalah kepada raja. Ia mohon ampun atas kelemahannya itu dengan bermatiraga, dan kemudian ia menjadi lebih tegas dari sebelumnya.
Kebencian raja semakin menjadi-jadi ketika ia menyadari bahwa uskup Thomas tidak mungkin akan mengalah padanya. Suatu hari, dalam amarahnya raja berteriak : “Tak adakah seorang pun yang dapat mengenyahkan uskup agung sialan ini dari hadapanku?” Beberapa perwira kerajaan menanggapi umpatan ini dengan serius. Mereka bermufakat untuk menghabisi sang uskup agung. Mereka kemudian menyerang Thomas yang sedang merayakan misa di dalam katedral keuskupan. Dalam sakrat maut, bapa uskup mengatakan, “Demi nama Yesus dan demi membela Gereja, aku bersedia mati.”
Hari itu tanggal 29 Desember 1170. Segenap umat Kristiani di seluruh penjuru dunia terkejut dan ngeri atas pembunuhan keji di dalam Katedral tersebut. Paus Alexander III dengan keras menegur raja Henry bahwa ia secara pribadi bertanggung jawab atas pembunuhan uskup agung.
Uskup Agung Thomas Becket dimaklumkan sebagai santo oleh Paus Alexander III pada tahun 1173.