Setan Dan Temannya

  • infokatolik
  • Dec 07, 2024

Pada suatu hari, setan berjalan-jalan dengan seorang temannya. Mereka melihat seseorang membungkuk dan memungut sesuatu dari jalan.

“Apa yang ditemukan orang itu?” tanya si teman.

“Sekeping kebenaran,” jawab setan.

“Itu tidak merisaukanmu?” tanya si teman.

“Tidak,” jawab setan
“Saya akan membiarkan dia menjadikannya kepercayaan agama.”

Kepercayaan agama merupakan suatu tanda, yang menunjukkan jalan kepada kebenaran. Orang yang kuat-kuat berpegang pada penunjuk jalan, tidak dapat berjalan terus menuju kebenaran. Sebab, ia mengira seakan-akan sudah memilikinya.

“Burung Berkicau”, A.de Mello SJ

***

Renungan Singkat Romo ABA, Romo Ndeso.
(dari transcrib video Romo ABA)

Saudara-saudari terkasih, setiap pribadi, setiap kelompok, maupun juga setiap golongan, memiliki klaim tersendiri mengenai kebenaran. Sama juga dengan agama-agama yang mengklaim juga kebenarannya masing-masing. Namun anehnya semakin mengklaim kebenaran, justru konflik semakin marak di mana-mana.
Di Indonesia ini, selain musim hujan dan musim kemarau, ada juga musim batu akik, tapi juga ada musim konflik.

Ketika setiap penganut kebenaran itu berkonflik, kira-kira siapa yang diuntungkan atau siapa yang sedang bersorak gembira? Saya sangka setan atau iblis-lah yang sedang bersorak gembira. Dan jangan salah sebab setan pun bisa masuk dalam kedok-kedok agama, dia juga bisa masuk dalam dalil-dalil kebenaran. Karena itu harus ada kebenaran tertinggi, di mana setan atau iblis tidak bisa masuk di dalamnya.

Dulu dalam kisah pengadilan Yesus sebelum Dia disalibkan, kaum Farisi dan mitra-mitranya menyampaikan argumentasi yang mereka pandang sebagai kebenaran versi mereka. Dan Pilatus saat memanggil Yesus secara pribadi, mendengar juga Yesus mengungkapkan tentang kebenaran, sehingga Pilatus sendiri bertanya, “Apa itu kebenaran?” Mungkin dengan bahasa lain, dia ingin bertanya, yang mana itu kebenaran? Jika masing-masing menyatakan diri sebagai benar. Namun kemudian pertanyaan Pilatus ini dijawab oleh kepala pasukan yang mengikuti kematian Yesus, yang mengikuti proses bagaimana Yesus mati di atas kayu salib, dia berujar, “Sungguh, orang ini adalah orang benar!”

Saudara-saudari, saya ingin mengangkat nilai universal dari Yesus, yang oleh kami disebut sebagai Kristus. Mengapa kepala pasukan menyebut Yesus sebagai orang benar? Sebab ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, kualitas kerendahan hati, yang mematikan kecenderungan arogansi dan kesombongan. Kepala pasukan itu melihat kualitas pengampunan yang mematikan kecenderungan untuk membalas dendam. Kepala pasukan itu juga melihat kualitas semangat pengorbanan dalam diri Yesus, yang mematikan kecendrungan untuk selalu mencari kambing hitam dan mempersalahkan orang lain.

Dalam kacamata kekristenan, kekatolikan, akhirnya kami meyakini bahwa benar Allah itu maha kuasa, tetapi kemaha-kuasaan Allah itu tidak terlihat dari arogansinya, tapi terlihat dari kerendahan hati-Nya. Benar Allah itu memang maha kuasa tetapi kemaha-kuasaan Allah tidak terlihat dari kemarahan, kebencian, dan balas dendam, tapi terlihat dari pengampunannya. Benar bahwa Allah itu maha kuasa, tetapi kemaha-kuasaan Allah tidak terlihat dari main kuasa, tapi terlihat dari kerelaannya untuk berkorban demi cinta.

Itulah mengapa saudara-saudariku, saya berani berujar siapapun kita entah kita seorang imam, pendeta, entah kita seorang ustad, seorang mangku, atau apapun sebutannya, kalau perjuangan dan pewartaan kita tentang kebenaran, tidak didasari dan tidak disemangati oleh kerendahan hati, oleh pengampunan, oleh kerelaan untuk berkurban maka pewartaan dan perjuangan kita akan kebenaran itu bisa dirasuki oleh setan! Artinya apa, kebenaran akan menjadi sungguh-sungguh kebenaran, kalau kebenaran itu disertai dengan kerendahan hati, dengan pengampunan, dan dengan kerelaan untuk berkorban?

Saya ingin berpesan melalui “penjelasan” singkat ini, janganlah sampai pewartaan dan perjuangan kita akan kebenaran, justru membuat kita tidak rendah hati, justru membuat kita semakin arogan, dan semakin penuh dengan kesombongan. Jangan sampai pewartaan dan perjuangan kita akan kebenaran, justru membuat kita semakin sulit untuk mengampuni orang lain dan terjebak dalam upaya untuk selalu membalas dendam. Jangan sampai pewartaan dan perjuangan kita tentang kebenaran, justru membuat kita semakin gampang lari dari tanggung-jawab dan selalu mencari kambing hitam atas persoalan-persoalan yang sedang kita alami.

Sekali lagi saudara-saudariku, kebenaran akan menjadi kebenaran tertinggi kalau di dalam kebenaran itu ada kualitas kerendahan hati, ada kualitas pengampunan dan ada kualitas kerelaan untuk berkorban.

Tuhan memberkati kita semua.

Renungan Harian lainnya dapat dibaca di Sejenak Eling

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *