Salib adalah tanda tambah
Ada seorang anak perempuan yang sedang belajar pesat di sekolah. Ketika ia diperkenalkan dengan matematika; tanda kurang, tanda tambah dan tanda bagi, telah membekas dalam benaknya.
Suatu hari di gereja, ia memandang dengan penuh perhatian pada salib emas di atas altar. Dia berbisik kepada ayahnya, “Untuk apa tanda tambah di atas altar itu?”
Memang dia merasa bingung dengan tanda itu, tapi sebenarnya dia benar! Salib adalah tanda tambah. Penebusan yang dilambangkan oleh salib itu telah memberikan tanda tambah yang besar dalam hidup kita.
***
Salib adalah tanda tambah yang besar karena salib menyimbolkan apa yang telah diperbuat Yesus bagi kita umat manusia. Tuhan Yesus mengidentifikasikan diri dengan yang tersingkir, yang tertindas dan yang terlupakan. Kalau sikap Yesus demikian, seharusnya begitu juga sikap para murid-Nya. Identifikasi diri dengan yang tersingkir dan berbagi hidup dengan mereka merupakan cara hidup yang injili. Yesus telah menghampakan diri menjadi seorang hamba. Seorang hamba yang mati tergantung di kayu salib. Namun, Allah memuliakan Dia. Kerendahan dan ketaatan Yesus merupakan prasyarat bagi kemuliaan yang kemudian Ia terima dari Bapa. Dan kita mendapat tambahan hidup abadi berkat salib.
Pengenjawantahan dari identifikasi diri dengan yang tersingkir, yang kecil, yang lemah, diwujudnyatakan oleh Bapak Uskup Ignatius Kardinal Suharyo dengan berbagai seruan berupa upaya tindakan nyata berbelarasa. Membantu kaum papa, miskin, kelompok marginal, kaum difabel dengan berbagai tindakan bantuan sosial seperti pangan, papan, pendidikan, bantuan hukum dan sebagainya, adalah bentuk nyata dari “nilai tambah” salib Kristus yang kita pikul, bukan hanya sekedar simbol besar di altar atau di dinding rumah, namun karya nyata di dunia sekarang ini. Janganlah simbol besar tanda tambah itu runtuh karena tidak berarti nyata dalam perilaku hidup para murid Kristus. Jangan…
Renungan Harian lainnya dapat dibaca di Sejenak Eling