Konon Santo Yohanes Rasul suka sekali bermain-main dengan burung pipit kesayangannya. Suatu hari datanglah seorang pemburu mengunjunginya. Ia terkejut melihat orang terkenal itu sedang bermain-main. Tentunya dia bisa menggunakan waktu untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan penting. Lalu dia bertanya kepada orang suci itu,
“Mengapa engkau memboroskan waktumu dengan bermain? Mengapa engkau memberi waktumu untuk burung pipit yang tidak berguna itu?”
Yohanes memandangnya dengan terkejut. Mengapa dia tidak boleh bermain? Mengapa seorang pemburu tidak mengerti hal ini? Karena itu, dia bertanya padanya, “Mengapa tali pada busurmu tidak dikencangkan?”
“Oh tidak, kita tidak boleh terus-menerus mengencangkan tali busur, sebab jika demikian maka busur itu akan kehilangan kekakuannya dan tidak bisa melontarkan anak panah.”
Yohanes kemudian berkata kepada orang muda itu, “Sobat, persis seperti halnya kamu, kamu tidak selalu mengencangkan tali busurmu, maka kamu harus mengendorkan ketegangan di dalam dirimu dan bersantai. Jika saya tidak bersantai dan bermain, saya tidak akan punya kekuatan untuk suatu perbuatan besar. Saya bahkan tidak punya daya untuk berbuat apa yang harus saya lakukan dan apa yang penting dan menuntut perhatian penuh saya.”
***
Apa jadinya menjalankan pekerjaan atau tindakan hidup sehari-hari tanpa didasari dengan iman pada Allah? Bisakah menjalankan hidup tanpa iman pada Allah ? Oh ya tentu saja bisa, karena manusia itu makhluk otonom, bisa melakukan semua hal dengan segala daya, kemampuan yang ada padanya. Muncul pertanyaan berikutnya, “Benarkah manusia itu otonom?” Seperti apakah sifat otonom dalam diri manusia? Manusia dicipta Allah dalam berbagai dimensi. Ada dimensi fisik, sosial, mental dan juga spiritual. Ketika seseorang mengalami sakit fisik, rasa tidak nyaman muncul dan keinginan memulihkan sakitnya fisik segera dilakukan.
Demikian juga saat mental mengalami gangguan. Pemulihan harus segera dilakukan. Keberadaan spiritualitas kerap kali diabaikan. Apa jadinya? Jadinya manusia mengalami kekosongan batin. Dampak dari kekosongan batin adalah keterombang-ambingan manusia di tengah berbagai pergumulan. Tidak ada kejelasan arah dan bisa melenceng dari tujuan perutusan. Lalu bagaimana kalau manusia mengalami kelelahan fisik yang mendera karena terlalu kerasnya bekerja?
Dalam Kisah Injil Markus 6:30-31 dikisahkan, “Ketika kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan. Lalu Ia berkata kepada mereka, “Mari kita menyendiri ke tempat yang terpencil, dan beristirahat sejenak!” Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makan pun mereka tidak sempat.”
Kalau kita perhatikan, ada tiga hal yang Tuhan Yesus ingin sampaikan kepada para murid-Nya …… menyendiri – ke tempat yang terpencil – beristirahat sejenak.
Orang-orang sibuk harus mengakui bahwa apabila mereka tidak pernah dengan sukarela mengundurkan diri sejenak dari kesibukan mereka itu, maka cepat atau lambat mereka pun dapat menjadi “berantakan” dan lusuh, sebagai akibat keberadaan nyata mereka sebagai budak-budak kesibukan. Jadi, siapa saja yang diutus untuk bekerja di ladang Tuhan harus menemukan “ruangan” setiap hari baginya sebagai tempat menyendiri – keluar sebentar dari kesibukannya. Di samping itu, secara regular mengikuti retret yang lebih terorganisir dan di bawah bimbingan seorang pembimbing rohani yang tepat, senantiasa merupakan tindakan yang baik untuk dilakukan. Tidak mudahlah bagi seseorang untuk menarik diri secara cukup dari kesibukan sehari-harinya. Apabila orang itu memutuskan untuk mengikuti suatu retret, maka setiap kilometer perjalanannya menuju tempat retret – artinya setiap kilometer dia menjauh dari kesibukannya – berarti satu kilometer lebih dekat menuju suatu kebebasan baru untuk mendengarkan suara Tuhan.
Mencari sebuah tempat di mana anda dapat sendiri bersama Tuhan bukanlah suatu “pelarian” dari kenyataan hidup. Tempat termaksud dapat merupakan salah satu ruangan dalam rumah anda sendiri dalam keadaan bebas sms, bbm, acara televisi, radio, dlsb. Dapat juga merupakan ruang kerja anda di kantor di mana untuk beberapa saat anda tidak menerima tamu. Anda dapat mencari “tempat” anda masing-masing sesuai kondisi yang anda hadapi.
Di “tempat” yang jauh dari keramaian kita dapat mengalami perjumpaan dengan Dia yang seringkali dinamakan “Allah yang tersembunyi”. Dalam “tempat” itu, kita dapat mengalami perbedaan antara “kesepian” dan “keheningan”. Kesepian adalah cara-hampa untuk berada sendiri; suatu kekosongan yang dapat menghancurkan diri kita. Di lain pihak, keheningan adalah suatu cara kepenuhan ketika kita menyadari bahwa kekosongan kita menciptakan ruangan yang diperlukan bagi Allah. Kita dapat merefleksikan misi Allah melalui kehidupan kita. Kita melihat apakah kita – demi kepentingan diri sendiri – telah melarikan diri dari tantangan ilahi: apakah kita telah melayani dengan cara-cara kita sendiri dan bukannya berdasarkan panggilan ketaatan; artinya apakah kemuliaan Allah atau sukses kita sendiri sebagai ambisi kita.
Renungan Harian lainnya dapat dibaca di Sejenak Eling