Mulah Nasuruddin pergi ke Tiongkok.
Di sana ia mengumpulkan sekelompok murid, yang disiapkannya untuk menerima penerangan budi.
Segera setelah mendapatkan penerangan, para murid itu berhenti mengikuti pelajarannya.
Bukankah penghargaan bagi seorang pembimbing rohani bahwa para murid selamanya duduk bersimpuh di depan kakinya?
“Burung Berkicau”, A.de Mello SJ