Santo Eutimius Agung

  • infokatolik
  • May 05, 2024

Para Kudus – 20 Januari

Euthymius the Great

Santo Euthymius lahir sekitar tahun 377 di Melitene di Lesser Armenia. Kemungkinan ia adalah seorang anak yatim-piatu yang dipelihara dan dididik menjadi seorang imam oleh Uskup Melitene, Otreius. Setelah ditahbiskan menjadi imam pada tahun 396, Euthymius diberi tanggung jawab untuk mengelola semua biara yang ada di Keuskupan Melitene.

Pada sekitar tahun 405 Euthymius berziarah ke Yerusalem. Ditanah tempat Yesus pernah menjejakkan kaki-NYA ini, Euthymius berteman dengan para rahib pertapa dan jatuh hati pada cara hidup mereka yang penuh kedamaian dalam doa dan keheningan. Ia lalu menemukan sebuah Lavra (gua pertapaan) di dekat pemukiman biarawan di Pharan (sekitar enam mil sebelah timur Yerusalem) dan tinggal disana sebagai seorang pertapa. Sampai akhir hayatnya, Euthymius tidak pernah kembali ke Armenia.

Pada tahun 411, Euthymius bersama sesama pertapa, santo Theoctistus, menarik diri ke padang gurun untuk mencari tempat pertapaan yang lebih hening. Mereka juga berupaya menghindari umat yang kerap meminta bimbingan rohani dan mengganggu kehidupan monastik mereka. Namun ketika umat tetap saja mencari mereka di padang gurun, Santo Euthymius dan Theoctistus kembali ke biara di Pharan. Mereka memutuskan untuk berkarya melayani umat, sambil tetap menjalani pola hidup asketis para pertapa.

Menurut tradisi, Euthymius melakukan banyak mujizat dalam nama Yesus Kristus. Hal ini membuat banyak orang mendatanginya untuk mendapat bimbingan rohani dan memohon penyembuhan. Sebuah mujizat penyembuhan bagi Terebon, anak seorang Sheikh bangsa Saracen membuat nama Euthymius semakin terkenal sampai keluar wilayah Israel. Namun popularitasnya ini justeru membuat biaranya semakin ramai dikunjungi orang.

Rindu akan suasana hening dan tenang, suatu hari Euthymius dan Domitianus muridnya, meninggalkan biara dan pergi ke padang gurun Ruba, di dekat Laut Mati. Mereka tinggal beberapa waktu di sebuah daerah terpencil bernama Marda. Ketika tempat pertapaannya ini mulai ditemukan orang, ia mengungsi lagi ke gurun Zipho (Engaddi kuno). Namun keharuman jiwanya dan kuasa mujizat yang dianugerahkan Tuhan kepadanya tidak mampu ia sembunyikan. Ketika banyak orang mengikutinya sampai ke gurun terpencil ini, Euthymius tidak mau mengungsi lagi. Ia lalu kembali lavra-nya di dekat biara Pharan.

Disekitar tahun 426, Euthymius ditahbiskan menjadi uskup oleh Patriark Yerusalem yang pertama, Juvenal. Meski enggan memangku jabatan dalam hirarki gereja, Euthymius tetap patuh pada pimpinannya. Selama menjadi uskup, ia membangun beberapa tempat pertapaan dan sebuah Gereja di jalur Yerikho – Yerusalem yang diresmikan oleh Patriark Juvenal pada tahun 428.

Euthymius dikatakan menjadi pendamping Patriark Juvenal pada Konsili Efesus I yang digelar tahun 431. Pulang dari konsili Efesus, Euthymius mengundurkan diri dari jabatan uskup dan kembali ke gua pertapaannya di Pharan. Ia kembali menjalani cara hidup yang selalu dirindukannya; yang senantiasa, selalu, setiap saat, larut dalam doa dan keheningan bersama Yesus yang dicintainya.

Menurut tradisi, Santo Euthymius tutup usia pada umur 95 tahun pada tanggal 20 January 473. Ia dihormati sebagai seorang kudus oleh Gereja Katolik Roma dan Gereja Orthodox Timur. Gereja Roma merayakan pestanya sesuai hari kematiaannya di setiap tanggal 20 Januari.

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *