Santo Makarius Agung

  • infokatolik
  • Nov 14, 2024

Para Kudus – 15 Januari

Santo Makarius Agung
Makarius dari Mesir, Makarius Tua, Makarius Pertapa, Cahaya Padang Pasir

Santo Makarius Agung dikenal juga sebagai Makarius tua, Makarius Pertapa dan Cahaya Padang Pasir. Ia hidup di Mesir pada masa dimana wilayah tersebut merupakan sebuah metropolis Kristen dan padang gurunnya dipenuhi para pertapa suci.
Makarius lahir sekitar tahun 300 di desa Shabsheer (Shanshour), di Al Minufiyah Mesir. Sejak usia belia, keluarga dan teman-temannya telah memanggilnya dengan julukan “Pidar Yougiron” karena perilakunya yang santun dan tutur katanya yang bijaksana (Pidar Yougiron = Pemuda Tua atau Pemuda yang bijaksana seperti para tetua).

Setelah kedua orang tuanya meninggal dunia, Makarius memutuskan untuk meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi pertapa. Ia menjual semua harta warisannya dan membagi-bagikan hasilnya kepada para orang miskin. Makarius kemudian meninggalkan kampung halamannya menuju padang gurun untuk mencari pembimbing rohani. Ia menemukan seorang pertapa tua di padang gurun tidak jauh dari desanya yang kemudian menjadi pembimbingnya dalam ilmu spiritual, puasa dan doa.

Suatu ketika, seorang wanita di desanya hamil dan menuduh Makarius sebagai lelaki yang telah mencemarkan dirinya. Penduduk desa yang marah kemudian menyeret Makarius dari pertapaan dan memaksanya untuk bertanggung-jawab. Makarius tidak berusaha untuk membela diri dan menerima semua tuduhan itu dengan diam. Ketika saat melahirkan tiba, proses bersalin menjadi sangat sulit. Wanita tersebut tidak berhasil melahirkan sampai saat dia mengakui perbuatannya yang telah memfitnah Makarius. Penduduk kemudian mencari Makarius untuk memohon pengampunan namun mereka tidak menemukannya. Ia telah meninggalkan desa mereka dan kembali ke padang gurun untuk menghindari segala puja-puji dan penghormatan.

Makarius sempat menjadi murid santo Antonius Agung untuk belajar hukum dan aturan hidup monastik dari bapa spiritual para pertapa Mesir tersebut. Sepuluh tahun kemudian ia meninggalkan pertapaan santo Anthonius dan membangun sebuah pertapaan di padang gurun Natria dekat lembah Wadi El Natrun. Bersama para pengikutnya, Makarius menjalankan aturan hidup monastik yang ketat dan bersungguh-sungguh menjalankan semua laku spiritual guna memperoleh kekuatan rahmat Allah dan menghindari dosa dalam pikiran dan perbuatan. Makarius sering berdoa sepanjang malam demi menghindari percikan dosa muncul dalam pikirannya.

Suatu ketika, godaan untuk kembali ke kehidupan duniawi menyerangnya dengan hebat. Makarius lalu memikul sekeranjang pasir dan berlari mengelilingi pertapaan dibawah terik sinar matahari. “Tubuh ini terlalu banyak menggoda jiwaku” kata Makarius kepada para pengikutnya. “Ada baiknya kalau tubuh ini diberi beban berat sehingga tidak lagi menggodaku untuk kembali ke kota.”

Pernah ia berupaya untuk berdoa marathon tanpa henti selama lima hari, namun pada hari ketiga pondoknya terbakar. Ia harus lari menyelamatkan diri tanpa bisa melanjutkan doanya. Makarius menanggapi musibah ini sebagai teguran Tuhan atas keangkuhan rohani-nya. “Aku telah berdosa” sesalnya. “Keangkuhanku telah membakar pondok ku”.

Kebakaran itu menyadarkan Makarius dan para pengikutnya bahwa mereka harus selalu berhati-hati dan terus berdoa memohon rahmat kerendahan hati. Karena hidup monastik dan laku spiritual yang mereka jalani, bila tidak disertai dengan kasih dan kerendahan hati, malah akan menjerumuskan mereka kedalam dosa keangkuhan.

Semakin bertambah umurnya, semakin Makarius tenggelam dalam kehidupan doa. Tubuhnya yang ringkih menunjukkan betapa berat laku spiritual yang dijalaninya. Sorot matanya yang bening dan sejuk, selalu memancarkan rasa damai yang tidak terlukiskan bagi orang-orang yang bertemu dengannya. Banyak para pencari Tuhan datang menjadi muridnya. Menjelang akhir hidupnya, para pengikutnya diperkirakan mencapai lebih dari seribu orang.

Makarius tutup usia pada tahun 391 (tradisi lain menyebutkan tahun 394) dan dimakamkan di biara yang didirikannya di gurun Natrian. Beberapa tahun setelah kematiannya, jasad Santo Makarius dicuri oleh para kerabatnya beserta penduduk desa Shabsheer. Mereka melarikan jasad pertapa suci ini ke desa kelahirannya untuk disemayamkan di sebuah Gereja megah yang telah mereka dirikan. Delapan abad kemudian, tepatnya pada bulan Agustus 1145, paus Gereja Koptik (Patriark Alexandria) Michael V, memindahkan kembali Relikwi Santo Makarius Agung ke biara yang didirikannya yang saat ini dikenal dengan nama The Monastery of Saint Macarius (Biara Santo Makarius) Natrian, Wadi El Natrun Mesir.

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *