Seorang imam Katolik, seorang pendeta Yahudi dan pendeta Protestan kebetulan meninggal dunia bersamaan. Ketiganya muncul di sebuah pintu yang menyerupai mutiara, tapi menunggu dalam barisan yang panjang. Tiba-tiba seorang supir taksi datang dan Santo Petrus memanggilnya agar maju ke depan barisan.
Ketiga rohaniwan itu tidak bisa mengerti hal ini.
Akhirnya imam itu menghampiri Santo Petrus dan bertanya, “Bagaimana bisa seorang supir taksi mendapat giliran panggilan lebih dahulu dari kami, padahal dia datang kemudian? Anda tahu-kan para supir taksi… dan anda pasti juga tahu, bahwa kami ini adalah orang yang sepanjang hidup berkhotbah dan berusaha menjauhkan orang dari neraka.”
Santo Petrus tersenyum, “Saya tahu… saya tahu… tapi supir taksi ini telah membuat lebih banyak orang takut pada neraka, daripada apa yang kalian lakukan sepanjang hidup kalian.”
***
Cerita diatas tentu hanyalah sekedar guyonan atau humor iman. Namun tidak dipungkiri, sering kali kita temui dan kita lihat bahwa ada orang yang menjauh dari gereja dengan berbagai alasan.
Ada yang karena kesibukan, karena yang memang malas, mengantuk karena kotbah imamnya monoton – tidak menarik, tidak ada teman yang enak di gereja, tidak suka dengan pasturnya, atau karena doa-doanya merasa tidak didengar dan dijawab Tuhan, sampai pada alasan yang cukup ekstrim; bahwa ia malas ke gereja karena melihat orang-orang yang rajin ke gereja itu adalah orang-orang yang munafik.
Lalu, mengapa kita menderita? Mengapa ada doa-doa yang sepertinya tidak dijawab Tuhan? Kita bisa menemukan jawabannya dalam kitab Ayub. Seperti yang dilakukannya kepada Ayub, Iblis berusaha membuat kita meragukan Tuhan karena mengizinkan penderitaan datang. Akan tetapi, Ayub menyadari bahwa keberadaan Tuhan tidak ditentukan oleh situasi hidupnya. Tuhanlah yang memberi kehidupan, Tuhanlah yang berhak mengatur apa yang terjadi, termasuk mengizinkan penderitaan datang. Ayub yakin bahwa Tuhan adalah pemilik hidupnya, dan dalam keyakinan itu Ayub tidak meragukan Tuhan meski masalah demi masalah terus menimpanya.
Ketika kita datang ke gereja dengan rasa lapar dan haus untuk mengenal Tuhan dan kebenaran-Nya, kita akan dipuaskan oleh Tuhan sendiri (Matius 5:6). Tetapi, jika kita datang dengan tujuan membenarkan pemikiran kita sendiri, cepat atau lambat kita pasti akan kecewa.
Rasa takut masuk neraka karena tidak datang ke gereja dan berdoa, sudah tidak dihiraukan lagi. Menjadi catatan bagi para pemuka agama fenomena ini, bila alasannya adalah karena tidak suka dengan pastor/pendetanya dan ketidak-nyamanan di lingkungan gereja.
Maka menjadi tidak heran, kalau seorang supir taxi akan mendapat kesempatan pertama dari Santo Petrus untuk melangkah masuk surga karena selama hidupnya ketika dia bekerja sebagai supir taxi, banyak penumpang yang rajin berdoa karena takut tidak selamat.
Renungan Harian Lainnya dapat dibaca di Sejenak Eling